HELOBEKASI.COM, BANDUNG - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, pemberian hak guna usaha (HGU) lahan di Ibu Kota Nusantara (IKN) kemungkinan bisa mencapai 190 tahun dalam dua siklus. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menarik investasi sebesar-besarnya.
"(Aturan HGU) Itu sesuai dengan UU IKN yang ada. Kita ingin memang OIKN betul-betul diberikan kewenangan untuk menarik investasi yang sebesar-besarnya baik investasi dalam negeri maupun investasi luar negeri," ungkap Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, dikutip pada Rabu (17/7/2024).
Untuk diketahui, pemberian HGU sampai 190 tahun untuk dua siklus bagi investor ditandai dengan ditandatanganinya aturan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam 9 ayat (1) beleid tersebut, Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) dapat memberikan jaminan kepastian jangka waktu hak atas tanah melalui 1 siklus pertama. OIKN dapat memberikan perpanjangan kembali di siklus kedua kepada pelaku usaha atau investor, yang dimuat dalam perjanjian.
Secara lebih rinci, aturan itu mengizinkan jangka waktu untuk HGU bisa diberikan kepada pihak swasta hingga 95 tahun pada siklus pertama. Perpanjangan untuk siklus kedua juga diberikan untuk jangka waktu 95 tahun. Dengan demikian, HGU yang bisa diberikan kepada pemodal di IKN bisa mencapai 190 tahun.
Keputusan Jokowi tentang HGU 190 tahun ini menuai kritik dari sejumlah pihak.
Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menyoroti kebijakan Pemerintah yang memberikan izin kepada investor dapat memperoleh Hak Guna Usaha (HGU) di Ibu Kota Nusantara (IKN) hingga 190 tahun untuk dua siklus. Pemerintah dinilai abai terhadap kepentingan rakyat.
“HGU diobral sampai 190 tahun, ini namanya IKN for sale. Hongkong saja untuk pemberian HGU cuma 99 tahun, itupun belum banyak yang masuk,” kata Mardani Ali Sera dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat (12/7).
Politisi Fraksi PKS ini menilai pemberian penguasaan atas tanah bagi investor di IKN Nusantara sudah seperti penjajahan Belanda di Indonesia yang waktunya mencapai ratusan tahun.
“Penjajah Belanda saja sangat menjaga administrasi pertanahan. Peruntukannya mesti sesuai,” ucapnya.
Dua siklus perpanjangan juga berlaku untuk hak atas tanah dalam bentuk hak pakai atau hak guna bangunan (HGB) di IKN. Pada awalnya hak pakai di IKN akan diberikan selama 80 tahun.
Pemegang konsesi kemudian dapat mengajukan perpanjangan untuk periode 80 tahun kedua berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi. Artinya, konsesi yang diberikan dalam hal HBG mencapai 160 tahun.
“Mestinya semua dijaga untuk kepentingan jangka panjang, jangan jangka pendek,” tegas
Mardani pun menyebut aturan soal penguasaan tanah di IKN bertentangan dengan konstitusi. Mardani mengingatkan prinsip hak menguasai negara terhadap Bumi, Air, dan Ruang Angkasa serta prinsip kedaulatan rakyat di bidang ekonomi diatur Pasal 33 UUD 1945.
“Hal ini jelas semakin menunjukkan keberpihakan Pemerintah terhadap pemilik modal, memanjakan investor, dan sebaliknya abai terhadap kepentingan rakyat yang lebih luas,” ungkapnya.
Kebijakan konsesi di IKN juga disebut bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21-22/PUU-V/2007 tentang Penanaman Modal (UU PM) bertentangan dengan konstitusi. “Putusan MK tersebut menyatakan prinsip perpanjangan hak atas tanah semacam itu bertentangan dengan konstitusi,” beber Mardani.
Lebih lanjut, regulasi hak atas tanah yang memberi investor konsesi hingga ratusan tahun disebut akan semakin melebarkan ketimpangan penguasaan lahan. Mardani menilai yang nantinya paling terdampak adalah masyarakat yang selama ini termarjinalkan atau terpinggirkan.
“Seperti masyarakat adat, para petani, dan nelayan. Aturan HGU dan HGB di IKN melegalkan monopoli tanah oleh pihak swasta. Bayangkan pengusaha menguasai tanah sampai hampir 2 abad,” ujar dia.
Padahal, menurut Mardani, UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria secara jelas meminta Pemerintah mencegah praktik monopoli swasta.
“Kalau kaya gini terus kapan masyarakat adat, petani, nelayan, dan masyarakat kecil di Kalimantan bisa punya akses atas tanah? Mereka akan terasing di tanahnya sendiri,” tukas Mardani
Aturan HGU sampai 190 tahun dan HGB hingga 160 tahun pun disebut Mardani bertentangan dengan reforma agraria yang selama ini digaung-gaungkan Pemerintahan Jokowi.
“Maksud dari reforma agraria itu kan salah satunya untuk menghindari ketimpangan lahan. Dengan aturan ini, janji Pemerintah Jokowi soal reforma agraria hanyalah tinggal sekadar janji,” pungkasnya.
Pemerintah Abaikan Nasib Masyarakat Lokal
Obral HGU 190 tahun ini juga dinilai hanya demi mengundang investor ke IKN sebanyak-banyaknya. Pasalnya, belum ada investor asing besar yang menanamkan modal ke megaproyek itu. Deretan insentif menggiurkan bagi investor IKN disediakan lapang oleh pemerintah tanpa memikirkan nasib masyarakat lokal yang terdampak keputusan itu.
Lebih lanjut Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama menanggapi upaya Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 11 Juli 2024.
Perpres ini, kata pria yang akrab disapa SJP ini, berkaitan dengan dua hal yang pernah disampaikan oleh Plt. Kepala Otorita IKN (OIKN) Basuki Hadimuljono pada Juni 2024 lalu.
“Hal pertama, terkait permasalahan pembebasan 2.086 hektar lahan yang membutuhkan solusi Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK) Plus,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Minggu (14/7).
PDSK Plus, imbuh Suryadi, tercantum dalam Pasal 8 ayat (1), yaitu bahwa Pemerintah melakukan penanganan permasalahan penguasaan tanah Aset Dalam Penguasaan (ADP) OIKN oleh masyarakat dalam rangka pembangunan di IKN.
“Konsepnya lebih detil pada ayat (5) dan (6), yaitu bahwa penanganan permasalahan penguasaan tanah ADP oleh masyarakat diberikan per bidang tanah sesuai hasil inventarisasi dan identifikasi dengan besaran yang dihitung berdasarkan penilaian Penilai Publik dengan besaran penggantian dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti (relokasi), permukiman kembali (dibangunkan rumah), dan/atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak,” jelas Politisi Fraksi PKS ini.
Hal kedua, lanjut SJP, terkait hak atas tanah yang dapat dimiliki investor. Aturan sebelumnya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 Tahun 2023 tentang Pemberian Perizinan Berusaha, Kemudahan Berusaha, dan Fasilitas Penanaman Modal Bagi Pelaku Usaha di IKN dianggap kurang menarik bagi pengusaha.
“Pada Pasal 18 s.d. 20 PP di atas disebutkan bahwa investor hanya dapat memiliki Hak Atas Tanah (HAT), yaitu hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pakai di atas Hak Pengelolaan (HPL),” sebutnya.
Pada aturan yang baru, yaitu Perpres No. 75 Tahun 2024, kata SJP, OIKN memberikan jaminan kepastian jangka waktu hak atas tanah kepada investor yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (2), yaitu dengan HGU hingga 190 tahun, serta HGB dan hak pakai hingga 160 tahun, yang semuanya sudah sesuai dengan UU perubahan tentang IKN No. 21 Tahun 2023.
“Menyoroti dua hal tersebut, Fraksi PKS menilai bahwa Perpres tersebut tetap tidak dapat menjawab permasalahan yang ada, karena di wilayah IKN terdapat ribuan warga masyarakat adat yang bermukim dan sudah membangun kehidupan bertahun-tahun dan turun-menurun, seperti Masyarakat Adat Balik Pemaluan, Balik Sepaku, dan Paser Maridan,” papar dia.
Perpres tersebut, tambah Suryadi, malah akan melebarkan ketimpangan penguasaan lahan dan tidak mempertimbangkan tanah adat yang memiliki sejarah, makam-makam tua, situs ritual adat, dan sebagai tempat mencari nafkah.
“Solusi PDSK Plus seperti relokasi ataupun dibangunkan rumah tidak akan dapat menggantikan hal tersebut, apalagi jika lokasinya semakin jauh dari tempat mereka mencari nafkah,” ungkap Anggota DPR RI dari Dapil NTB 1 ini.
Janji-janji OIKN, kata SJP, untuk membangunkan kampung adat atau memberikan lahan untuk relokasi warga yang tergusur sampai ini juga belum tampak wujudnya.
“Berkaitan dengan investor, Fraksi PKS menilai bahwa investasi IKN tak kunjung meningkat bukan karena urusan hak atas tanah, melainkan karena karakteristik investasinya infrastruktur publik, sedangkan publiknya belum ada. Jika pun ada, tidak bakal sampai 5 juta penduduk. Padahal perhitungan investasi baru menguntungkan jika minimal ada 5 juta penduduk dalam 10 tahun,” urai SIP.
Selain itu, lanjutnya, para investor saat ini sangat memperhatikan standar ESG (Environmental, Social, and Governance) yang tidak menghendaki deforestasi (penebangan hutan) dan dampak sosial yang negatif kepada masyarakat lokal.
“Kepercayaan investor terhadap pembangunan IKN malah dipatahkan oleh Jokowi sendiri, dengan belum juga menerbitkan keputusan presiden (Keppres) tentang pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantara, dan berharap pemerintahan Prabowo Subianto yang melakukannya,” jelas dia.
“Ditambah lagi dengan penundaan Jokowi berkantor di IKN pada Juli 2024 karena belum siapnya fasilitas dasar seperti air dan listrik, begitu juga dengan penundaan pindahnya Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Juli menjadi bulan September 2024,” imbuh SJP.
Upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-79 yang akan diselenggarakan secara hibrida di IKN dan Jakarta, tegas SJP, semakin menunjukkan ketidaksiapan tersebut, apalagi pembangunannya masih sering terkendala hujan sehingga akses jalan ke IKN juga banyak berupa tanah dan lumpur.
“Oleh karena itu, Fraksi PKS menilai Perpres Percepatan Pembangunan IKN tersebut dibuat dengan percuma karena seakan semesta tak mendukung pembangunan IKN tersebut,” tutup Suryadi.
Kalau Investasi di IKN Berkualitas, Kenapa Harus Diobral?
Selain merupakan perbuatan melawan hukum, diobralnya tanah di Ibukota Negara (IKN) oleh Presiden Joko Widodo dianggap membuka celah makelar yang akan memperjualbelikan Hak Guna Usaha (HGU).
Hal itu disampaikan komunikolog politik dan hukum nasional, Tamil Selvan, merespons kemunculan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN. Di mana dalam Pasal 9 Ayat 2, disebutkan investor bisa menggunakan HGU hingga 190 tahun dengan perpanjangan dan HGB selama 160 tahun dengan perpanjangan.
"Seperti pernyataan saya terdahulu, ketika Pak Jokowi melalui UU IKN itu kemudian memberikan hak guna usaha bagi investor asing di IKN itu sampai 190 tahun, ya menurut saya itu jelas perbuatan melawan hukum," kata Tamil, Senin (15/7).
Sebab, kebijakan itu melebihi kewenangan masa jabatan Jokowi. Bahkan melebihi masa hidupnya.
"Tapi terlepas dari itu, secara politik, jelas ini IKN ini diobral murah kepada investor asing. Artinya apa? Artinya pemerintah tidak punya cara lain untuk menarik investor asing agar kemudian menetapkan investasinya di IKN. Sehingga dibuatlah cara-cara 'kotor bin goblok' seperti ini," paparnya.
Dirinya menilai, dalam ilmu dagang, dengan menggunakan cara seperti itu maka yang akan terjaring bukanlah pangsa pasar yang berkualitas. Namun yang akan terjaring adalah para calo investor.
"Kita tidak bisa menutup kemungkinan, tiba-tiba nanti berbondong-bondong ada para investor masuk, yang kemudian 'berebut' hak guna usaha di IKN itu, lalu tidak melakukan apa-apa. Yang ada hak guna usaha itu nanti dia lelang lagi, dia jual lagi, dia sewakan lagi kepada pengusaha-pengusaha lain di negaranya. Jadi kira-kira dia itu menjadi makelar, makelar yang berlegalitas gitu," jelas Tamil.
Dengan adanya Perpres 75/2024 itu, lanjut Tamil, pemerintah membuka celah tersebut. Seharusnya, jika pemerintah paham, maka harusnya membuat pola-pola investasi yang bagus dan menarik.
"Sehingga, tidak perlu digunakan cara-cara kotor, memberikan benefit yang tidak masuk akal untuk menarik investor. Dan saya yakin, investor berkualitas tidak kemudian akan bergeming dengan 190 tahun HGU yang diberikan itu. Justru investor yang berkualitas, itu malah akan makin antipati, dan malah akan semakin bersikap kritis," tuturnya.
"Kalau memang investasi di IKN itu berkualitas, kenapa harus diobral sampai sebegitunya?" pungkas Tamil.
Presiden Jowi pun dinilai telah merusak komitmen kedaulatan negara dengan meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang mengatur pemberian izin Hak Guna Usaha (HGU) hingga 190 tahun bagi investor.
“Aturan HGU hingga hampir 200 tahun itu potensial merugikan negara, dan merusak komitmen kedaulatan,” tegas Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, dikutip dari RMOL.
Di sisi lain Dedi menilai ambisi Jokowi membangun IKN juga tidak masuk akal, jika harus mengobral Tanah Air hingga ratusan tahun kepada investor.
Menurutnya, hal itu mengarah pada pelanggaran konstitusi, terutama Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 yang menegaskan bahwa: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.***
Social Plugin