Pegawai KPK Pernah Jadi Direktur Keuangan Perusahaan Rafael Alun, Kuasa Hukum Ragukan Bukti Digital Saksi

 



HELOBEKASI.COM, JAKARTA - Pegawai KPK Rani Anindita Tranggani pernah menjadi Direktur Keuangan di PT Artha Mega Ekadhana (ARME), perusahaan konsultan pajak milik terdakwa kasus penerimaan gratifikasi dan pencucian uang Rafael Alun Trisambodo.

Hal itu terungkap saat majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengonfirmasi identitas Rani yang dihadirkan jaksa KPK sebagai saksi, Rabu (27/9).

"Rani Anindita Tranggani, lahir di Banyuwangi 22 Maret 1973. Pekerjaan Direktur Keuangan PT Artha Mega Ekadhana (ARME), pendidikan S1 Manajemen Keuangan. Benar?" tanya Hakim Suparman kepada saksi.

"Ya, dulu waktu di ARME sampai dengan tahun 2005. Sekarang saya di KPK, Yang Mulia," ucap Rani.

"Pekerjaannya maksudnya direktur keuangan?" tanya Hakim Suparman.

"Iya benar dulu," akui Rani.

"Sekarang?" tanya lagi Hakim Suparman.

"Sekarang saya di KPK Yang Mulia," imbuh Rani.

Tim kuasa hukum mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo, Junaidi Saibih menyebutkan bahwa mantan Direktur Keuangan PT ARME, Rani, yang kini menjadi penyelidik KPK merupakan pemegang kontrol keuangan PT ARME. Sebab, Rani pernah menjabat sebagai direktur keuangan sampai 2005 silam.

"Sejak pendirian hingga tahun 2005, saksi Rani menjadi direktur keuangan di PT ARME dan memiliki kontrol penuh atas akses seluruh lalu lintas uang. Tanpa persetujuan saksi Rani tidak bisa dikeluarkan uang dari perusahaan," kata Junaedi Saibih kepada wartawan, Jumat (28/9).

Dalam persidangan itu, Rani mengakui mengenal Rafael Alun sejak pendirian PT ARME. Sementara saksi Ujeng menyebutkan bahwa saat awal pendirian PT ARME, dirinya dan Rafael Alun sempat menghadap seseorang yang bernama Soeryoe Koesoemo Adji, yang merupakan orang tua dari Rani.

"Terungkap dipersidangan Pak Soeryo adalah ayah saksi Rani yang merupakan senior Terdakwa (Rafael Alun) di kantor Pajak, saat itu pejabat aktif dan mantan atasan terdakwa. Soeryo ingin merintis usaha untuk anaknya yang baru pulang sekolah dari Amerika yaitu saksi Rani Anindita," ucap Junaedi.

Junaedi mengutarakan, setelah pertemuan antara Rafael Alun, Ujeng, dan Soeryo itu disepakati berdirinya PT ARME. Junaedi pun mengakui, kepemilikan saham PT ARME mengatasnamakan Ernie Meike, istri Rafael Alun dan Rani yang merupakan anak Soeryo.

"Saham perusahaan tersebut dimiliki oleh terdakwa diatasnamakan Ernie Mieke sebanyak 56 lembar saham, Budi Susilo diatasnamakan istrinya Oki Hendarsanti sebanyak 56 lembar saham, Soeryo Koesoemo Adji diatasnamakan anaknya Rani Anindita sebanyak 56 lembar saham, selain itu ada juga FX Wijayanto Nugroho" ungkap Junaedi.

Junaedi pun mengungkapkan, pada 2006 terjadi perubahan pemegang saham PT ARME. Saat itu Rafael Alun keluar dari perusahaan dan sahamnya dialihkan ke Ujeng.

"Kemudian Saham atas nama Rani dialihkan ke ibunya yaitu Sri Laras Sutrawati, sedangkan saham atas nama Oki dialihkan ke Setyawan," papar Junaedi.

Namun, pada 2011 PT ARME dibubarkan oleh pemegang saham oleh Sri Laras Sutrawati, FX Wijayanto, Ujeng Arsatoko, dan Setyawan. 

"Pada pembubaran tersebut ditunjuk Saksi Ujeng Arsatoko sebagai likuidator," tegas Junaedi.

Kuasa hukum Rafael Alun itu juga meragukan keterangan mantan Direktur Keuangan PT ARME yang kini bekerja di bawah KPK tersebut.

"Keberadaan Rani sekarang kerja di KPK, sepertinya membuat dirinya berada dalam tekanan secara psikis, hal ini tergambar dari suara yg tidak tegas, serta berulang kali menghela nafas panjang terlebih ketika disinggung soal keuangan dan pembukuan ARME," kata Junaedi.

Junaedi mengatakan Rani juga tidak membenarkan bahwa data yang berasal dari komputer Yulianti Noor adalah resmi milik perusahaan PT ARME. Menurutnya, Rani juga tidak pernah kenal Yulianti Noor dan menolak data catatan keuangan perusahaan di luar dirinya.

"Saksi Rani dalam persidangan tidak memberikan endorsement bahwa data yang berasal dari komputer Yulianti Noor adalah data resmi milik perusahaan PT ARME. Saksi Rani sendiri tidak mengenal Yulianti Noor," ujarnya.

Lebih lanjut, Junaedi menyebut bukti digital yang dimiliki KPK tidak memenuhi syarat keandalan dan reliabilitas dari bukti digital sebagaimana amanat UU Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Bukti yang dihadirkan dalam persidangan tidak ada bukti fisik, hanya bukti elektronik yang hanya disita saja dari Yulianti Noor tanpa dilakukan uji forensik, sehingga tidak diketahui secara pasti kapan data elektronik dibuat (created date) dan diubah terakhir (last modified date)," ujarnya.

"Seluruh data elektronik yang dihadirkan tidak dapat dipastikan apakah terealisasi atau tidak, termasuk perihal informasi Rafael Alun menerima dana taktis," katanya menambahkan.

Dalam kasusnya, Rafael Alun bersama sang istri Ernie Meike Torondek didakwa menerima gratifikasi yang dianggap suap sebesar Rp 16,6 miliar terkait perpajakan. Penerimaan gratifikasi tersebut melalui PT Artha Mega Ekadhana (ARME), PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.

Ernie merupakan komisaris dan pemegang saham PT ARME, PT Cubes Consulting dan PT Bukit Hijau Asri. Adik Rafael, Gangsar Sulaksono, juga menjadi pemegang saham di PT Cubes Consulting.

Rafael bersama Ernie juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam periode 2003-2010 sebesar Rp 5.101.503.466 dan penerimaan lain sejumlah Rp 31.727.322.416 serta periode 2011-2023 sebesar Rp 11.543.302.671 dan penerimaan lain berupa SGD 2.098.365 dan USD 937.900 serta sejumlah Rp 14.557.334.857.

Rafael menempatkan harta kekayaan yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan. Ia juga membeli sejumlah aset berupa tanah dan bangunan, kendaraan roda dua dan empat, hingga perhiasan.

Rafael didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Rafael juga didakwa melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.***

(sumber : westjavatoday.com)