HELOBEKASI.COM, Jakarta - Mabes Polri akhirnya mengakui bahwa gas air mata yang digunakan oleh aparat kepolisian saat tragedi Kanjuruhan ternyata tak layak pakai lantaran sudah melewati batas masa guna alias kadaluarsa.
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan bahwa sejumlah gas yang digunakan dalam insiden yang menewaskan ratusan oranmg supoter Arema FC itu telah kedaluwarsa sejak tahun 2021 lalu.
“Ya ada beberapa yang diketemukan (kadaluasa) ya. Yang tahun 2021, ada beberapa ya,” kata Dedi dalam keterangannya, dikutip Selasa (11/10/2022).
Meski begitu, belum dapat dipastikan jumlah dari gas yang sudah kadaluarsa tersebut. Dedi mengatakan, hal tersebut saat ini masih dalam tahap pendalaman oleh pihak Laboratorium Forensik (Labfor) Polri.
Menurut Dedi, aparat kepolisian saat kejadian menggunakan tiga jenis gas air mata. Dari ketiga jenis gas air mata tersebut memiliki skala dampak yang berbeda-beda.
“Saya belum tahu jumlahnya tapi masih didalami oleh Labfor tapi ada beberapa. Tapi sebagian besar yang digunakan adalah tiga jenis ini,” kata Dedi.
Polri Klaim Gas Air Mata Kadaluwarsa di Kanjuruhan Tidak Efektif
Kadiv Humas Mabes Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, justru dengan kedaluwarsnya gas air mata tersebut menurunkan tingkat efektiftasnya untuk membubarkan massa.
“Saya mengutip apa yang disampaikan Doktor Masayu, di dalam gas air mata memang ada kedaluwarsanya, ada expired-nya. Ditekankan, harus mampu membedakan, ini kimia, beda dengan makanan. Kalau makanan ketika dia kedaluwarsa, maka di situ ada jamur, ada bakteri, yang bisa mengganggu kesehatan,” kata Dedi.
“Kebalikannya, dengan zat kimia atau gas air mata ini, ketika dia expired justru kadar kimianya itu berkurang. Sama dengan efektivitasnya gas air mata ini, ketika ditembakkan, dia tidak bisa lebih efektif lagi,” sambungnya.
Dedi pun kemudian menjelaskan, untuk gas air mata sendiri mempunyai tiga klasifikasi sesuai peruntukannya masing-masing.
“Yang pertama berupa smoke, ini hanya ledakan dan berisi asap putih, kemudian yang kedua ini yang sifatnya sedang, jadi untuk klaster yang dalam jumlah kecil menggunakan gas air mata yang tingkatannya sedang, dan yang merah ini untuk mengurai massa dalam jumlah besar,” jelasnya.
Dengan kasus gas kedaluwarsa tersebut, Dedi beralasan bahwa partikel dalam gas air mata itu tidak bakalan efektif dan tidak akan menbuat terasa perih di mata.
“Jadi kalau sudah expired justru kadarnya dia berkurang secara kimia, kemudian kemampuan gas air mata juga akan menurun,” klaimnya.
Sementara itum, mengenai tudingan penyebab gas air mata jadi faktor meninggalnya ratusan orang meninggal, Dedi berdalih itu merupakan hak paramedis untuk menjawabnya.
“Nanti silakan konfirmasi ke Direktur RS Saiful Anwar. Dari penjelasan para ahli, spesialis yang menangani korban yang meninggal dunia maupun korban-korban yang luka, dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit hati, dan juga spesialis penyakit mata menyebutkan tidak satu pun yang menyebutkan penyebab kematian adalah gas air mata,” tukasnya.
“Tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen. Terjadi berdesak-desakan, kemudian terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan yang mengakibatkan kekurangan oksigen pada Pintu 13, 11, 14, 3 (Stadion Kanjuruhan),” tambahnya.***
Social Plugin