20 Pengacara PERADI 'Turun Gunung' Kawal Kasus Penganiayaan 2 Wartawan Karawang



HELOBEKASI.COM, KARAWANG
- Sekitar 20 pengacara yang tergabung dalam DPC PERADI Kabupaten Karawang akhirnya turun gunung menjadi pengacara 2 wartawan yang menjadi korban dugaan penculikan dan penganiayaan oleh oknum pejabat di lingkungan Pemkab Karawang.


Yaitu dimana 20 pengacara ini mengaku siap untuk mengawal kasus korban Gusti Sevta Gumilar (Junot) dan Zaenal Mustofa sampai tingkat pengadilan.


Ketua DPC PERADI Karawang, Asep Agustian SH.MH mengatakan, selain ingin mengedepankan tegaknya hukum di Karawang, turunnya 20 pengacara PERADI ini juga sebagai bentuk kepedulian terhadap profesi jurnalis di Karawang yang harus dijaga marwahnya.


Disampaikannya, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kapolres Karawang yang sampai saat ini masih 'on the track' dalam penanganan perkaranya. Yaitu dimana tiga tersangka sudah ditetapkan, serta satu orang masih berstatus sebagai saksi.


"Alhamdulillah, sampai saat ini Pak Kapolres masih on the track. 3 tersangka dan 1 terlapor, 1 ditahan 2 belum. Dan 1 terlapor katanya masih sakit. Kami ucapkan terima kasih kepada Kapolres Karawang yang sampai hari ini masih on the track," tutur Asep Agustian SH.MH, saat menggelar konferensi pers di Kantor Firma Hukum Yaya Taryana SH.MH dan Patners, di Jl. Panatayuda No. 51A Karawang Jawa Barat, Selasa (4/10/2022) sore.


Disampaikan Asep Agustian, 20 pengacara pelapor tidak akan mempermasalahkan apakah perkaranya akan diambil alih Polda Jabar ataupun Mabes Polri. Karena yang terpenting lokus dan tempusnya ada di Karawang dan bener-benar terjadi.


Oleh karenanya, 20 pengacara berharap agar para tersangka dan terlapor bisa koperatif terhadap penyidik Polres Karawang.


"Kita harus belajar dari perkara Sambo. Jangan jadi Sambo yang akhirnya tetap saja copot. Tidak ada lagi yang menunggangi. Kalau ada Sambo berarti ada PC. Sekalipun mengelak di mata hukum, akhirnya tetap saja akan ditahan. Jadi kami minta tersangka dan terlapor koperatif. Jangan sampai ada bahasa dijemput paksa yang pada akhirnya malu," tuturnya.


"Soal mobil yang mengangkut korban ke TKP, kami juga minta kepada Kapolres untuk menjadi barang bukti. Karena pemiliknya pejabat. Kami minta periksa semua, karena di sana banyak pejabat. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini para tersangka dan terlapor koperatif, sehingga tidak ada lagi keraguan di kalangan pers," timpal Asep Agustian.


Masih disampaikannya, sampai hari ini kedua korban masih menolak untuk berdamai. Sehingga target 20 pengacara adalah benar-benar mengawal perkaranya sampai tingkat pengadilan.


"Makanya, kami minta kepada tersangka dan saksi koperatif. Sebetulnya simpel, kenapa harus lari-lari dan menghindar dari panggilan penyidik," sindir Asep Agustian.


Praktisi hukum yang kerap akrab disapa Askun (Asep Kuncir) ini juga menegaskan, agar para pengacara terlapor tidak banyak mengeluarkan pernyataan 'ngalor-ngidul' yang membuat perkara pidananya menjadi bias.


"Ini tragegi bung, jangan dibawa lari kemana-mana. Jangan membuat opini. Ini ada korban dan alat bukti sudah lengkap," tegasnya.


Disinggung wartawan kenapa dua tersangka belum ditahan, Askun menjelaskan, dalam waktu dekat 20 pengacara akan bertemu dengan Kapolres Karawang untuk mempertanyakan penanganan perkaranya sampai sejauh mana.


"Kami akan datang kepada Kapolres mengenai kenapa ini-itu dan lain sebagainya. Kami sudah buat janji dengan Kapolres. 20 pengacara akan menemui Pak Kapolres dalam waktu dekat setelah ini. Itu langkah pertamanya," paparnya.


Kembali disinggung mengenai pengacara terlapor yang membuat Laporan Polisi (LP) balik terhadap pelapor Junot atas dugaan penyebaran berita bohong di media sosial, Askun menegaskan, bahwa laporan tersebut sah-sah saja. Tetapi diyakininya, tentu pihak penyidik akan fokus terhadap perkara pidana yang terjadi.


Termasuk pengacara terlapor yang menginginkan agar pihak kepolisian melakukan tes urine dan tes rambut terhadap pelapor Junot, Askun juga mengamininya.


"Katanya ingin diperiksa rambutnya, periksa saja semuanya apa yang diminta di blok sana. Kalau pun nanti klien kami terbunti positif (narkoba), itu resikonya. Yang jelas itu bukan perkara utamanya. Karena perkaranya adalah tragedi pemukulan. Jadi kami minta pihak sana jangan membuat opini terus," tandasnya.*