Desakan 3 Periode Bahayakan Jokowi: Seolah Memberi Madu, Padahal Racun



HELOBEKASI.COM, Jakarta - Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramowardhani mengatakan desakan relawan Joko Widodo (Jokowi) agar Presiden RI itu terus melanjutkan masa jabatan hingga tiga periode justru bisa membahayakan sosok yang mereka jagokan itu.

"Mereka sedang bermain gimik yang membahayakan Presiden Jokowi. Seolah memberi madu, padahal racun," ujar Dhani, saat dikonfirmasi wartawan, Senin (5/9/2022).

Ditekankannya, Jokowi sendiri sudah berulang kali secara tegas menolak wacana tersebut. 

Ia mengingatkan Jokowi sempat mengatakan pihak yang mendorong wacana tersebut sesungguhnya berupaya menampar muka, mencari muka, atau menjerumuskan.

Dhani berpendapat, sikap Jokowi telah jelas. Jokowi, kata dia, menolak wacana tersebut dan hanya akan menjabat selama dua periode sebagaimana diatur dalam konstitusi.

"Presiden sudah berulang kali menyatakan yang substansinya hanya menjabat selama dua periode jabatan," sebutnya.

"Tidak ada perpanjangan jabatan, tidak ada penundaan pemilu, juga tidak tiga periode. Hanya dua periode jabatan," dia menambahkan.

Untuk itu, dia meminta sejumlah relawan yang mendesak Jokowi melanjutkan masa jabatan hingga tiga periode untuk menghentikan wacana ini.

"Wacana yang sangat tidak produktif. Hentikan gerakan itu," kata Dhani.

Meski gerah dengan wacana tersebut, menurutnya pemerintah tak bisa menertibkan relawan tersebut. Menurut Dhani mereka dilindungi oleh undang-undang dan pemerintah juga tak ingin menghalangi kebebasan berekspresi.

"Enggak lah. Nanti jika ditertibkan pemerintah dianggap represif, dianggap menghalangi kebebasan berekspresi. Ini negara demokrasi, asal jangan anarki," terangnya.

"Negara menjamin itu, tapi apapun gerakan itu seharusnya tetap menggenggam prinsip-prinsip yang tidak bertentangan dengan konstitusi kita," tutup Dhani.

Jokowi: Saya Taat Konstitusi dan Kehendak Rakyat
Presiden Jokowi menegaskan dirinya taat terhadap konstitusi dalam merespons desakan relawan untuk melanjutkan masa jabatan hingga tiga periode.

Dia menjelaskan konstitusi membatasi masa jabatan presiden. Maka, ia akan manut dengan aturan dalam konstitusi itu.

"Sekali lagi, saya akan selalu taat pada konstitusi dan kehendak rakyat. Saya ulangi, saya taat konstitusi dan kehendak rakyat," kata Jokowi saat membuka Musyawarah Rakyat Indonesia (Musra) di Bandung, Minggu (28/8).

Jokowi tertawa mendengar teriakan para relawan memintanya menjabat kembali pada 2024. Ia selalu menanggapi aspirasi itu dengan menjelaskan aturan konstutusi.

Orang nomor satu Indonesia itu pun tak mempermasalahkan jika ada yang getol mengampnyekan presiden tiga periode. Menurut Jokowi, hal itu bagian dari demokrasi.

"Ini katanya negara demokrasi? Itu 'kan tataran wacana, enggak apa-apa, yang penting saya ingatkan dalam menyampaikan aspirasi jangan anarkis," ujarnya.

Selain itu, Jokowi juga menyinggung masa jabatan presiden tiga periode. Jokowi berkata aspirasi apa pun sah dibahas di dalam Musra. Ia menilai aspirasi mengenai masa jabatan tiga periode pun tak masalah.

"Ini forumnya rakyat, boleh rakyat bersuara kan? Jangan sampai ada yang baru ngomong tiga periode sudah ramai," ujarnya.

Jokowi berkata hal itu masih dalam tataran wacana. Menurut Jokowi, aspirasi presiden tiga periode sama dengan aspirasi "Jokowi mundur" dan "ganti presiden".

Demokrasi Diperalat untuk Otoritarianisme 
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta Robertus Robet mengkritik wacana supaya Presiden Jokowi menjabat 3 periode yang terus digaungkan, menilainya sebagai gejala ke arah otoritarianisme menggunakan topeng demokrasi. 

"Mobilisasi dukungan 3 periode bukan gejala demokrasi tapi gejala ke arah otoritarianisme," sebut Robet, dikutip dari Kompas.com.

"Dia diinisiasi oleh elit dengan menginterupsi proses di mana demokrasi dan tradisi sirkulasi elit sedang berjalan baik," imbuhnya.

Robet yang juga seorang aktivis hak asasi manusia mengatakan, gerakan yang mendukung supaya Jokowi menjabat 3 periode mirip dengan yang terjadi di masa Orde Baru. 

Di masa Orde Baru, kelompok fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan Golkar, serta sejumlah menteri yang pro pemerintah kerap mengklaim Soeharto masih didukung oleh rakyat untuk terus berkuasa. 

Selain itu, para menteri di masa Orde Baru terus melontarkan wacana pemerintahan Soeharto berhasil dalam melakukan pembangunan, sehingga layak untuk dipertahankan untuk terus menjadi presiden. 

Saat itu di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak tercantum pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden seperti saat ini.

Pembatasan masa jabatan kekuasaan merupakan amanat reformasi yang vital guna mencegah timbulnya kembali otoritarianisme di mana penguasa dapat bercokol begitu lama. 

"Mobilisasi politik semacam ini mengulang praktik kebulatan tekad Orde Baru yang digunakan untuk memberikan justifikasi Suharto memperpanjang kekuasaan," tegas Robet.  ***