SKK Migas Respons PBB soal Usul Pajak 'Ketamakan' Perusahaan Migas

 


HELOBEKASI.COM, JAKARTA -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) merespons desakan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) untuk memungut pajak 'ketamakan' kepada perusahaan minyak dan gas.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Mohammad Kemal mengungkapkan pihaknya menilai industri migas Indonesia masih berupaya meningkatkan produksi.

Karenanya, industri lebih memerlukan keringanan fiskal seperti perubahan split kontrak bagi hasil hingga insentif pajak. Sehingga, lapangan migas bisa dikembangkan dengan lebih ekonomis.



"Melihat posisi kita yang berusaha meningkatkan produksi untuk mengurangi impor yang menyebabkan defisit neraca, maka kita justru lagi mengejar insentif fiskal dan perpajakan agar lapangan-lapangan migas dapat dikembangkan secara ekonomis," ujarnya.

SKK Migas mencatat realisasi produksi minyak mentah baru 616,6 ribu barel per hari (bph) sepanjang paruh pertama tahun ini. Angka itu baru 88 persen dari target APBN 2022.

Sementara, realisasi produksi siap jual (lifting) minyak baru 614,5 ribu bph atau 87 persen dari target APBN, 703 ribu bph. Kemudian, realisasi salur gas 5.326 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 92 persen dari target APBN.

Dengan demikian, total realisasi lifting migas 1,57 juta barel minyak ekuivalen per hari atau 90,28 persen dari target.


Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak pemerintah semua negara di dunia memungut pajak 'ketamakan' kepada perusahaan migas.

Pajak itu ia minta digunakan untuk membantu masyarakat miskin dan rentan. Desakan ia sampaikan terkait lonjakan keuntungan yang diraup perusahaan migas yang terjadi di tengah krisis energi dan ekonomi belakangan ini.

Berdasar data yang dimilikinya, di tengah krisis energi dan ekonomi belakangan ini,dua perusahaan minyak terbesar AS Exxon Mobil Corp XOM.N dan Chevron Corp CVX.N yang berbasis di Inggris serta perusahaan Total Energies Prancis berhasil meraup keuntungan US$51 miliar di kuartal II 2022 saja.


Keuntungan itu naik dua kali lipat dari periode sama tahun lalu. Guterres mengatakan dengan gambaran itu sudah sepantasnya perusahaan migas dikenakan pajak tambahan.

"Saya mendesak semua pemerintah untuk mengenakan pajak atas keuntungan yang berlebihan ini, dan menggunakan dana tersebut untuk membantu orang miskin melalui masa sulit ini. (Karena) Tidak bermoral bagi perusahaan migas membuat rekor keuntungan dari krisis energi tapi di belakangnya ada orang miskin," kata Guterres kepada wartawan, mengutip Reuters, Kamis (4/8) lalu.


Sumber : cnnindonesia.com