Sesat Pikir Wagub Jabar Uu soal Poligami Solusi Tekan HIV/AIDS



 HELOBEKASI.COM, Jakarta - Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum memantik polemik karena pernyataannya yang menyebut poligami sebagai solusi untuk menekan angka penularan HIV/AIDS.

Angka HIV/AIDS di kota Bandung, Ibu Kota Jawa Barat, memang tengah menjadi sorotan masyarakat. Menurut Uu, salah satu penyebab tingginya angka kasus HIV/AIDS di Kota Kembang itu yakni perilaku zina.

Uu pun meminta para pria yang sudah menikah tidak lagi melakukan seks bebas yang berpotensi menularkan HIV/AIDS kepada para istri dan anak-anaknya. Sontak pernyataan Uu itu mendapat reaksi keras terutama dari kelompok yang selama ini mengadvokasi perempuan, dan mendampingi para pengidap HIV/AIDS.

Sekretaris Nasional Perempuan Mahardika, Mutiara Ika Pratiwi, menilai pernyataan Uu menyesatkan dan tak memiliki landasan.

Menurutnya, usulan poligami sebagai solusi untuk menekan angka sebaran HIV/AIDS menunjukkan pengetahuan dan pemahaman soal kesehatan reproduksi yang dimiliki Uu sangat minim.

"Sebagai pejabat publik sebenarnya pernyataan itu menjadi pernyataan yang menyesatkan, karena tidak ada koneksi sama sekali antara harus berpoligami dengan penekanan angka HIV/AIDS," kata Mutiara kepada CNNIndonesia.com, Rabu (31/8).

"Sama sekali bukan merupakan solusi," ujarnya.

Mutiara menyatakan fakta telah membuktikan bahwa penularan angka HIV/AIDS sebagian besar terjadi pada ibu rumah tangga bahkan juga terjadi pada anak-anak. Dengan demikian, penyebaran HIV/AIDS bukan lagi soal apakah orang tersebut terikat dalam hubungan pernikahan atau tidak.

"Ini persoalan kesadaran, pengetahuan, bagaimana seks yang aman, sehingga dia tidak ada kaitannya dengan seseorang sudah menikah atau tidak," kata Mutiara.

Bahkan, kata dia, orang yang sudah menikah pun masih berisiko tinggi untuk menjadi orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Hal itu lantaran minimnya pengetahuan terkait dengan kesehatan seksual dan bagaimana cara penularannya.


Menurutnya sebagai pejabat publik, Uu seharusnya mampu mengayomi seluruh masyarakat Jabar karena masih banyak masyarakat yang tidak setuju dengan poligami.

"Saya khawatir statement-statement seperti ini (poligami solusi HIV/AIDS), secara normatif kan tidak masalah, tetapi kan beliau sebagai pejabat publik sebagai wakil gubernur. Kalau pejabat publik lebih tepat bicara dalam perspektif kesehatan, itu oke karena memang domain-nya," katanya.

Menurutnya, pernyataan Uu tersebut lebih tepat jika disampaikan dalam perspektif keagamaan di kelompok-kelompok keagamaan yang relatif tertutup, bukan disampaikan secara terbuka kepada publik.

"Karena sebagai wakil gubernur, dia bagian pemerintahan yang kemudian memang punya tugas dan fungsi dalam hal terkait bidang kesehatan, maka punya program program. Tapi kalau sudah masuk wilayah keagamaan, bisa jadi masalah," ucap Firman.

Sementara itu, Mutiara menuturkan Uu sebagai pejabat publik seharusnya memberikan solusi nyata terkait dengan penularan HIV/AIDS seperti menjamin tersedianya pendidikan seksual sejak dini di sekolah serta akses kesehatan dengan gratis dan mudah.

Namun, hal itu tidak hanya berlaku untuk anak-anak saja mengingat ibu-ibu rumah tangga juga sangat berpotensi terhadap penularan HIV/AIDS. Tersedianya pendidikan kesehatan seksual reproduksi untuk kalangan ibu-ibu rumah tangga juga perlu diakomodir.

"Ibu-ibu rumah tangga ini juga penting mendapatkan edukasi terkait dengan kesehatan, bagaimana berhubungan seks yang aman. Kemudian pendidikan seksualitas itu sangat penting sekali," katanya.

Ia menekankan poligami tidak menjamin penekanan angka kasus HIV/AIDS, apalagi jika tidak memiliki ilmu mengenai kesehatan seksual reproduksi.

"Memang poligami intinya tidak menjamin kalau pengetahuan terkait dengan seksualitas itu sangat rendah. Tidak menjamin penekanan seperti yang disampaikan oleh Pak Wagub," kata Mutiara.

Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum. (CNNIndonesia/Huyogo)
Awas Boomerang Penanggulangan HIV/AIDS
Senada, Dokter Peduli HIV Ronald Jonathan mengatakan poligami bukan cara untuk mencegah penularan HIV/AIDS di masyarakat.

"Dari segi medis belum ada bukti bahwa poligami menurunkan angka kejadian HIV/AIDS," kata Ronald kepada CNNIndonesia.com, Rabu.

Ronald berkali-kali menekankan tak ada bukti yang menyatakan poligami dapat menekan angka HIV/AIDS. Ia menilai hal itu justru akan menambah jumlah kasus.

"Poligami justru akan menambah angka itu kalau salah satunya kena. Misalnya kalau salah satu kena, ada istri ke satu ke tiga itu kan bisa menularkan ke istri-istrinya. Bukan menekan, justru malah bisa menambah," ujarnya.

"Malah takutnya jadi boomerang, kalau salah satu pasangan tidak setia itu kan bisa saja malah dia diam-diam menularkan kepada pasangannya," sambungnya.

Pertama, tidak melakukan hubungan seks di luar nikah (Abstinensia). Kedua, saling setia pada satu pasangan yang tidak terinfeksi HIV/AIDS (Baku Setia). Ketiga, menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks yang beresiko (Cegah dengan kondom).

Lalu keempat, menghindari narkoba atau napza dan menghindari jarum suntik secara bergantian dan tidak steril (Drugs). Terakhir, melakukan edukasi kepada masyarakat (Edukasi).

"Edukasi mengajarkan kesehatan seksual reproduksi dan juga bagaimana tanggung jawab perempuan dan tanggung jawab laki-laki," ujarnya.

Ronald membeberkan data terkait kasus HIV/AIDS di Indonesia. Ia mengatakan akumulasi dari 1991 hingga 2022 kasus HIV/AIDS estimasinya mencapai 600 ribu kasus. Namun, saat ini yang baru terdeteksi sekitar 400 ribuan. Adapun dengan besarnya angka tersebut, pihaknya menargetkan pengobatan.

"Kita targetnya ke depannya 95 persen dari orang dengan HIV/AIDS tahu bahwa dia HIV, 95 persen dari orang yang HIV/AIDS yang tahu statusnya minum ARV (Antiretroviral), 95 persen yang minum ARV virusnya tidak terdeteksi," tuturnya.

Ia menegaskan virus yang tidak terdeteksi itu bukan berarti hilang sepenuhnya, tetapi penularannya amat sangat rendah, sehingga orang yang sebelumnya sempat terpapar virus tersebut bisa kembali sehat.

"Risiko menularkan kepada pasangan juga menjadi sangat amat kecil dengan catatan tidak ada infeksi menular seksual," katanya.