HELOBEKASI.COM, Jakarta - Pemprov Jawa Barat melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jabar merumuskan beberapa langkah untuk mengantisipasi stagflasi akibat situasi global.
Diketahui, stagflasi merupakan kondisi ekonomi yang mengalami pertumbuhan stagnan dan tekanan inflasi terus terjadi akibat pengaruh geopolitik global. Stagflasi mulai terjadi di beberapa negara dan dikhawatirkan berpengaruh pada Indonesia, khususnya Jabar.
"Secara global sedang terjadi stagflasi ekonomi, tentunya kita bangsa Indonesia, khususnya Jawa Barat perlu mengantisipasi hal tersebut," kata Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Yerry Yanuar mealui keterangannya, dikutip Jumat (15/7/2022).
Menurut Yerry, meski secara moneter indikator ekonomi Jabar kini terlihat baik, misalnya pertumbuhan ekonomi yang masih di atas nasional, nilai ekspor yang terus naik, dan suplai pangan yang mencukupi, namun risiko stagflasi tetap perlu terus diantisipasi.
"Pertumbuhan ekonomi Jabar masih di atas nasional 5,61 persen. Akan tetapi, inflasi kita juga ada peningkatan. Nah, stagflasi ini kan antara pertumbuhan yang makin lambat, inflasi meningkat, itulah persoalannya," jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Yerry, dalam High Level Meeting, dirumuskan sejumlah langkah antisipasi jangka pendek, menengah, dan panjang. Rumusan yang dirancang diharapkan dapat segera terealisasikan dan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi Jabar, termasuk nasional.
Untuk antisipasi jangka pendek, kata Yerry, salah satu langkah yang akan dilakukan adalah memangkas jalur distribusi pangan. Yerry juga mengungkapkan bahwa terdapat tiga persoalan ketahanan pangan, di antaranya ketersediaan, keterjangkauan, dan distribusi.
"Upaya dari Pemda Provinsi Jabar, kita mempunyai dua pusat distribusi pangan, yaitu di Purwakarta dan Cirebon, tapi kita perlu semacam kerja sama regional antarwilayah," sebutnya.
"Misalnya jika suatu wilayah kekurangan komoditas A, maka wilayah ini kontak ke wilayah B, sehingga ketika ada suatu kebutuhan tidak akan terlalu naik (harganya)," sambung dia.
Menurut Yerry, jika sentra pangan di suatu daerah menghasilkan produk pertanian, tapi didistribusikan dengan jalur yang panjang dan mahal, maka kondisi seperti itu perlu dipersingkat.
"Jangan sampai daerah penghasil malah kesulitan mendapatkan komoditas yang dihasilkan daerahnya sendiri. Sementara daerah lain yang merupakan daerah konsumen mendapat pasokan melimpah," tegas Yerry.
Oleh karenanya, Yerry menyatakan bahwa rumusan langkah antisipasi stagflasi ini menjadi bagian penting dan perlu diperhatikan semua stakeholder terkait, terutama agar ongkos kirim tidak melonjak dan daya beli masyarakat tetap terjaga.
Sementara itu, Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan mengungkapkan, Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) mengapresiasi High Level Meeting yang digelar TPID Jabar.
Menurut Ferry, secara domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif lebih baik dibandingkan dengan negara lain. Namun demikian, risiko stagflasi dari negara lain perlu terus diantisipasi.
"Beberapa tindak lanjut yang akan dilakukan TPID Jabar itu yang diharapkan bisa menjadi bagian penting untuk menjaga stabilitas inflasi kita, terutama semester II tahun 2022," harapnya.
"Mudah-mudahan pada High Level Meeting ini, langkah-langkah yang dirumuskan betul-betul bisa dilaksanakan menjadi kebijakan strategis," katanya.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jabar, Noneng Komara mengatakan, promosi investasi di sektor pangan juga menjadi penting terkait antisipasi stagflasi.
"Ketika pertumbuhan ekonomi lebih kecil dari inflasi tentu saja berpengaruh terhadap daya beli masyarakat," kata Noneng.
"Maka itu dari sisi investasi, kita melibatkan para investor ke sektor-sektor ketahanan pangan seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan," katanya. ***
Social Plugin