Antisipasi Ancaman Global, Ini Strategi Ekonomi KPED Jabar

 


HELOBEKASI.COM, Jakarta - Tren lonjakan harga batu bara internasional membuat sejumlah pelaku industri tambang nasional panen cuan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), misalnya, baru saja menetapkan harga batu bara acuan (HBA) bulan Juni 2022 sebesar US$323,91 per ton, atau 17 persen lebih mahal dari ketetapan HBA bulan sebelumnya.

Nilai HBA terbaru tersebuut sekaligus menjadi rekor harga tertinggi sejak pencatatan HBA pertama kali. Sayang, momentum positif ini rupanya juga memantik sejumlah praktik ilegal di lapangan, yaitu mulai menjamurnya aktivitas saling serobot tambang yang tentunya merugikan dunia investasi dalam negeri.

Praktisi hukum dan hak Azasi manusia (HAM), Haris Azhar, mengaku telah banyak mendapatkan laporan terkait penambangan ilegal yang dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab di lahan tambang yang bukan miliknya. Salah satu laporan datang dari PT Batubara Lahat (PT BL) yang mengaku menjadi korban atas dugaan penggelapan batubara oleh para penambang ilegal.

“Dengan pola pengawasan yang lemah di lapangan, jadi mereka (penambang-penambang ilegal) ini menambang batu bara di lahan-lahan milik orang lain. Lalu mereka menjualnya, yang sesuai perjanjian dan perizinan yang ada harusnya menjadi milik perusahaan klien saya (PT BL)," ujar Haris, dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu (23/7/2022).

Praktik dan modus semacam ini, menurut Haris, sangat lazim ditemukan di lapangan saat harga batu bara sedang melonjak tinggi seperti yang terjadi saat ini. Akibatnya, tentu para investor dan pengusaha yang selama ini tertib dalam mengurus perizinan atas kepemilikan lahan tambang justru dirugikan.

"Kalau tidak diperketat (pengawasan dan penindakan dari aparat hukum) maka lain kali nggak akan ada yang berinvestasi di bisnis batu bara, karena mereka sudah tertib mengurus izin dan sebagainya. Sudah jelas itu tambang mereka, tapi ditambang dan diambil keuntungannya oleh pihak-pihak lain," keluh Haris.

Karena itu, Haris pun mengaku dalam waktu dekat bakal melakukan proses hukum atas perlakuan yang telah diterima oleh kliennya tersebut. Langkah ini ditempuh lantaran menurut Haris proses mediasi sudah tidak lagi bisa dilakukan.

"Jalan mediasi selama ini selalu buntu. Mereka (penambang ilegal) bahkan tidak menghargai somasi yang kami kirimkan. Jadi sudah kami putuskan untuk lanjut ke proses hukum saja, sambil kita minta ada pengawasan yang ketat di lapangan agar praktik serupa tidak terus-menerus terjadi," tegas Haris.***